Suatu ketika seorang anak laki-laki datang menghampiri seorang penjual balon. Dilihatnya beraneka balon berwarna-warni yang terikat di bagian belakang sepeda si penjual balon. Diantara balon-balon yang penuh warna itu, sang anak ternyata tertarik dengan sebuah balon warna merah yang berada di bagian paling atas.
Dia kemudian meminta sang penjual balon untuk mengambilnya. Dan ternyata tak mudah untuk mendapatkannya, sebab sang penjual harus hati-hati memilih benang si balon merah dan harus memotong dengan benar jika ia tak ingin rugi (atau salah potong benang, yang artinya sang anak laki-laki tak bisa mendapatkan si balon merah). Butuh ketelitian untuk mengambilnya, sebab sang penjual balon mengikatnya dalam satu ikatan besar. Setelah menghabiskan waktu yang lama untuk mencari benang si balon merah, akhirnya sang anak pun mendapatkannya. Raut muka gembira langsung terlukis di wajah sang anak laki-laki.Walau si anak laki-laki memiliki banyak balon di rumah, namun si balon merah tetap menjadi pilihannya untuk menemaninya kemana pun ia pergi. Lama-kelamaan mereka pun menjadi dekat dan si anak laki-laki merasa jika si balon merah adalah teman yang selama ini ia cari. Bahkan setiap kali pergi bersama, mereka selalu berbagi cerita. Mulai dari kisah-kisah yang membahagiakan hingga kisah-kisah yang menyedihkan. Sang anak laki-laki menemukan sesuatu pada balon merah yang mampu membuatnya tertawa. Namun pada suatu hari, sang anak laki-laki menyadari jika si balon merah ingin bersama sang matahari. Bagaimana tidak? Matahari itu cantik cahayanya, kuat sinarnya, dan begitu megah di atas langit. Jauh dibandingkan sang anak laki-laki yang masih ingusan.
Rasa cemburu pun muncul di dalam hati sang anak laki-laki. Tapi ia mencoba untuk menganggapnya sebagai angin lalu dan mengatakan dalam hatinya jika akhirnya si balon merah pergi, toh dirinya masih memiliki balon-balon lain. Ia pun berusaha melepaskan si balon merah ke angkasa dan membiarkannya
terbang tinggi hingga akhirnya bertemu matahari. Namun, kenyataannya sang anak laki-laki tak segera melepaskannya. Padahal ia tahu jikalau ia tetap mempertahankan si balon merah, hatinya akan terus terluka.
Sang anak laki-laki mencoba menghiraukan itu semua. Menganggap semua itu tidak ada. Ya, sang anak laki-laki ternyata jatuh hati dengan si balon merah. Tapi ia tak pernah mampu mengungkapkannya. Takut jika si balon merah tiba-tiba menghilang. Ia pun membiarkan semuanya berjalan seperti apa adanya. Toh, ia masih bisa berteman dengan si balon merah.
Sayangnya, tiba-tiba saja angin bertiup dengan kencangnya dan membuat si balon merah hampir lepas dari tangan sang anak laki-laki. Dengan sekuat tenaga sang anak laki-laki berusaha memegangi benang si balon merah. Meski tangannya harus terluka dan berdarah. Namun apa mau dikata, si balon merah pun lepas dari tangannya tanpa sempat berpamitan. Sang anak laki-laki pun tak sempat juga mengungkapkan perasaannya. Mungkin ini sudah takdir, pikir sang anak laki-laki.
Suatu hari dirinya melihat si balon merah tersangkut di sebuah cabang pohon yang teramat tinggi. Ada keberanian untuk memanjat pohon dan mencoba mengambil si balon merah. Tapi sang anak laki-laki berpikir, jika ia berhasil mengambilnya apakah si balon merah mau bersamanya lagi? Sebab ia tak mampu mempertahankan si balon merah saat angin bertiup kencang. Ia pun mengurungkan niatnya. Si balon merah pun kembali tertiup angin dan meninggalkan sang anak laki-laki.
Suatu hari dirinya melihat si balon merah tersangkut di sebuah cabang pohon yang teramat tinggi. Ada keberanian untuk memanjat pohon dan mencoba mengambil si balon merah. Tapi sang anak laki-laki berpikir, jika ia berhasil mengambilnya apakah si balon merah mau bersamanya lagi? Sebab ia tak mampu mempertahankan si balon merah saat angin bertiup kencang. Ia pun mengurungkan niatnya. Si balon merah pun kembali tertiup angin dan meninggalkan sang anak laki-laki.
Di lain hari, sang anak laki-laki melihat si balon merah tersangkut di sebuah atap gedung yang sangat tinggi. Kali ini sang anak laki-laki berniat menaiki gedung tinggi itu untuk meraih si balon merah. Namun sayang, saat berada di atas ternyata si balon merah berada persis di pinggir atas gedung. Kalaupun ia harus mengambilnya, risikonya besar dan itu pun belum tentu si balon merah ingin kembali kepadanya. Sang anak laki-laki pun duduk termenung. Dipikirnya kembali masak-masak. Tiba-tiba dirinya melihat balon merah yang tak bisa terbang berada di tengah jalan yang ramai. Lalu muncul dua pilihan di kepala sang anak laki-laki. Mengambil si balon merah dengan risiko jatuh ke bawah, atau turun ke bawah dan berusaha meraih balon merah yang tak bisa terbang.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya ia memilih pilihan yang kedua. Merelakan si balon merah pergi menjauh dan terbang tinggi ke angkasa menemui sang matahari. Sebab ia sadar, semua usahanya akan sia-sia saja. Pelan-pelan ia turun ke bawah sambil tertunduk. Sesampainya di bawah, ia kemudian berusaha mencari dan mengambil si balon merah yang tak bisa terbang tadi. Dan ternyata sama-sama tak mudah, karena kendaraan yang melintas membuat si balon merah yang tak bisa terbang memantul-mantul dan sulit untuk ditangkap. Tapi sang anak laki-laki tak menyerah. Hingga di suatu titik, dia berhasil meraih si balon merah yang tak bisa terbang. Ia lalu berhenti dan menengok ke atas. Si balon merah ternyata sudah pergi tertiup angin. Jauh tinggi dan tampak seperti sebuah titik kecil berwarna merah. Ia pun berkata, “Terima kasih,” lalu tertunduk.
Dan pada akhirnya, sang anak laki-laki lalu tertabrak dan balon merah yang tak bisa terbang pun terlepas dari genggamannya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, sang anak sempat menatap ke atas langit dan melihat si balon merah meletus karena panas matahari. Ia pun berkata, “Maaf.”
Kisah asli diambil dari: http://aryawardhana.wordpress.com/2011/06/13/red-balloon/
1 Comments
i'm falling love with this blog <3
BalasHapus